Friday, June 16, 2017

Puasa Karena Iman dan Mengharap Pahala

Puasa Karena Iman dan Mengharap Pahala
Dari Abu Hurairah, ia berkata,
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
Barangsiapa berpuasa Ramadhan atas dasar iman dan mengharap pahala dari Allah, maka dosanya yang telah lalu akan diampuni.”  (HR. Bukhari no. 38 dan Muslim no. 760).
Yang dimaksud berpuasa atas dasar iman yaitu berpuasa karena meyakini akan kewajiban puasa. Sedangkan yang dimaksud ihtisab adalah mengharap pahala dari Allah Ta’ala. (Lihat Fathul Bari, 4: 115).
Al Khottobi berkata, “Yang dimaksud ihtisab adalah terkait niat yaitu berpuasa dengan niat untuk mengharap balasan baik dari Allah. Jika seseorang berniat demikian, ia tidak akan merasa berat dan tidak akan merasa lama ketika menjalani puasa.” (Idem)
Hadits yang kita kaji di atas menunjukkan itulah orang yang berpuasa dengan benar. Benarnya puasanya jika didasari atas iman dan puasa tersebut dilakukan ikhlas karena Allah, mengharap pahala-Nya, mengagungkan syari’at-Nya, bukan melakukannya atas dasar riya’, cari pujian atau hanya sekedar mengikuti kebiasaan orang sekitar.
Kalau seseorang mendasari puasanya karena dasar iman, mengharap pahala dan ridho, maka tentu hatinya semakin tenang, lapang dan bahagia. Ia pun akan bersyukur atas nikmat puasa Ramadhan yang ia dapati tahun ini. Hatinya tentu tidak merasa berat dan susah ketika menjalani puasa. Sehingga ia pun terlihat berhati ceria dan berakhlak yang baik. Lihat kitab Ramadhan karya Dr. Muhammad bin Ibrahim Al Hamad, hal. 18.
Hadits di atas juga menunjukkan bolehnya kita mengharap pahala atau balasan dari Allah ketika menjalani suatu ibadah, itu tidak mengapa. Dan itulah yang disebut ikhlas.

Keutamaan Ramadhan

Hadits di atas sekaligus menjadi dalil bolehnya menyebut Ramadhan dengan penyebutan Ramadhan, walau tidak menyebut dengan bulan Ramadhan (syahru Ramadhan). Karena hadits yang melarang penyebutan Ramadhan saja adalah hadits yang dho’if.
Hadits yang kita kaji kali ini sekaligus menunjukkan keutamaan bulan Ramadhan. Siapa saja yang berpuasa kala itu, maka dosanya yang telah lalu akan diampuni, walaupun banyak seperti buih di lautan.
Wallahu a’lam. Moga bermanfaat.

Referensi:
  • Romadhon Durusun wa ‘Ibarun – Tarbiyatun wa Usrorun, Dr. Muhammad bin Ibrahim Al Hamad, terbitan Dar Ibnu Khuzaimah, cetakan kedua, tahun 1424 H.
  • Bahjatun Nazhirin Syarh Riyadhish Sholihin, Abu Usamah Salim bin ‘Ied Al Hilaliy, terbitan Dar Ibnul Jauzi, cetakan pertama, tahun 1430 H, 2: 328.
Siang hari selepas Jum’atan, 3 Ramadhan 1434 H @ Pesantren Darush Sholihin, Warak, Girisekar, Panggang, Gunungkidul, D. I. Yogyakarta
Artikel Muslim.Or.Id

Tuesday, June 13, 2017

BAGAIMANA UCAPAN IDUL FITRI YANG SESUAI SUNNAH ?

Sehubungan dengan akan datangnya Idul Fitri, sering kita dengar tersebar ucapan:

"MOHON MAAF LAHIR & BATHIN ”

Seolah-olah saat Idul Fitri hanya khusus untuk minta maaf.


Sungguh sebuah kekeliruan, karena Idul Fitri bukanlah waktu khusus untuk saling maaf memaafkan.

Memaafkan bisa kapan saja tidak terpaku dihari Idul Fitri...

Demikian Rasulullah shallallahu alaihi wasallam mengajarkan kita.

Tidak ada satu ayat Qur'an ataupun suatu Hadits yang menunjukan keharusan mengucapkan “Mohon Maaf Lahir dan Batin” disaat-saat Idul Fitri.

Satu lagi, saat Idul Fitri, yakni mengucapan :
"MINAL 'AIDIN WAL FAIZIN".

Arti dari ucapan tersebut adalah :
"Kita kembali dan meraih kemenangan”

KITA MAU KEMBALI KEMANA?
Apa pada ketaatan atau kemaksiatan?

Meraih kemenangan?
Kemenangan apa?

Apakah kita menang melawan bulan Ramadhan sehingga kita bisa kembali berbuat keburukan?

Satu hal lagi yang mestik dipahami, setiap kali ada yang mengucapkan
“ Minal ‘Aidin wal Faizin ”

Lantas diikuti dengan kalimat,
“ Mohon Maaf Lahir dan Batin ”.

Karena mungkin kita mengira artinya adalah kalimat selanjutnya.

Ini sungguh KELIRU luar biasa...

Coba saja sampaikan kalimat itu pada saudara-saudara seiman kita di Pakistan, Turki, Saudi Arabia atau negara-negara lain....

PASTI PADA BINGUNG....

Sebagaimana diterangkan di atas, dari sisi makna kalimat ini keliru sehingga sudah sepantasnya kita HINDARI.

Ucapan yang lebih baik dan dicontohkan langsung oleh para sahabat Rasulullah shallallahu alaihi wasallam , yaitu :

✔ "TAQOBBALALLAHU MINNA WA MINKUM"
(Semoga Allah menerima amalku dan amal kalian).

Jadi lebih baik, ucapan di SMS /BBM / WA,, kita :

✔ "Selamat Idul Fitri.
Taqobbalallahu minna wa minkum "
Barakallahu Fiikum

Kewajiban kita hanya men-syiar kan selebihnya kembalikan kepada masing-masing.. Karena kita tdk bisa memberi hidayah kpd orang lain hanya Allah lah yg bisa memberi hidayah kepada hamba NYA yg IA kehendaki [⋅}

Semoga bermanfaat...

 Oleh : Ust. Dr. Syafiq Riza Basalamah, M.A.
sumber : grub WhatsApp SIGNAL ISLAMIC

sumber poto: http://wahdah.or.id/wp-content/uploads/2015/07/Eid-Mubarak-Wallpaper-HD1-660x330.jpg

Sunday, June 11, 2017

KENALI MAHRAM MU DARI SEKARANG !!

KENALI MAHRAM MU DARI SEKARANG

Mahram kamu (untuk perempuan) adalah:

1. Ayah
2. Kakek
3. Anak
4. Cucu
5. Saudara sekandung
6. Saudara seayah (beda ibu)
7. Saudara seibu (beda ayah)
8. Keponakan lelaki dari saudara/i kamu yg sekandung, atau yg hanya seayah, atau yg hanya seibu denganmu
9. Paman dari saudara ayah atau saudara ibu
10. Suami ibu (ayah tiri) atau mantan suami ibu (syarat: sdh berhubungan badan dgn ibu)
11. Anak lelaki suami yg dibawa dari pernikahannya sebelumnya dan anak lelaki dari mantan suami
12. Mertua atau mantan mertua
13. Menantu atau mantan menantu
14. Saudara sesusuan dan siapa saja yg merupakan mahram saudara sesusuanmu dari nasab dia, maka menjadi mahrammu juga

Untuk mahram laki-laki sama seperti poin di atas, hanya diganti perempuan semua (ibu, nenek, saudari sekandung, dst).

Nah SELAIN DARI POIN 1-14... itu BUKAN mahram kamu.* Mereka ga boleh bersentuhan dan bersalaman dgn kamu, ga boleh liat aurat kamu, dan ga boleh nemenin kamu safar.
atau berikut ini diagram nya . klik gambar untuk memperbesar .

CATATAN
❗Sepupu bukan mahram
❗Ipar bukan mahram
❗Anak angkat atau anak asuh bukan mahram
❗Ayah angkat bukan mahram
*❗Suaminya tante (suami dari saudarinya ibu atau ayah) juga bukan mahram

-----------------------

Jadi kalo besok lebaran kamu ketemu sama lelaki SELAIN DARI POIN 1-14 dan yg disebut dlm CATATAN di atas ini, kamu DILARANG salaman yaa.

Rasulullah ﷺ bersabda:

لأَنْ يُطْعَنَ فِي رَأْسِ رَجُلٍ بِمِخْيَطٍ مِنْ حَدِيدٍ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَمَسَّ امْرَأَةً لا تَحِلُّ لَهُ

"Ditusuknya kepala seseorang dengan pasak dari besi, sungguh lebih baik baginya daripada menyentuh wanita yang bukan mahramnya." (HR. Thobroni)

Kadang sebagian orang merasa "ga enak" kalau ga jabat tangan dengan lawan jenis bukan mahramnya..

Tapi anehnya, dia tidak merasa "ga enak" saat melanggar perintah Rosululloh...

So, saatnya introspeksi, ubah pola pikir kita, tentukan sendiri pilihanmu:

➡ Pilih "ga enak" sama manusia, atau "ga enak" sama Rosululloh..

➡ Pilih ridho manusia, apa pilih ridho Alloh..

➡ Pilih merasa "aman" di dunia yg sesaat, atau "aman" di akhirat yg abadi..

🔥🔥🔥🔥🔥🔥🔥🔥🔥🔥🔥

Barakallahu fiikum
Dari grup WA i'tikaf sabilunnajah

sumber : Grub WhatsApp SIGNAL ISLAMIC
di post oleh: Hairin Binusman

sumber poto :
-https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhJGNxBj3WhDV5hiZXfCHByjfmCT1emPdAnvoKaA6lUwX3UwCpi7DMK59CD2q8QWiYb0P4TWB44FpjORCSVYrXzXn9hfAw-txSujg2JA681XEplmzeeB7dI-mkhziN1RKwJvbYxK9GdzhQ/s1600/Lelaki.jpg
-https://s-media-cache-ak0.pinimg.com/originals/9e/c7/8e/9ec78ee36909d7f7f6e9df272dd6c639.jpg

SAUDI VS INDONESIA


Secara akal, dari segi wilayah, Indonesia sepuluh kali lipat lebih luas dari Saudi

Dari segi kekayaan alam, Indonesia punya apel, asem,  belimbing wuluh, cermai, dukuh, enau, flamboyan, gandaria, honje, kecapi, labu, mangga, nanas, okra, pisang, quince, rambai, sirsak, terong ungu, vanilla, wuni, pepaya, pala, alpukat, jambu, jeruk, bangkuang, semangka, nangka, duren,rambutan,Kesemek,klengkeng dan ribuan buah lainnya

Saudi, hanya punya buah kurma

Indonesia, sepanjang mata memandang ijo royoroyo, menghampar pohon yang rindang, kayu yang kuat, dan sayur mayurnya

Saudi, sepanjang mata memandang kering kerontang, gersang, berdebu berbatu-batu

Indonesia, di bawah bumi ada minyak bumi, gas, batubara, nikel, perak, tembaga, alumunium, timah, besi, emas dan intan

Saudi, hanya punya minyak bumi

Indonesia, di atas bumi ada minyak kelapa, minyak sawit, minyak jagung, dan minyak kedelai, minyak orang-aring, minyak jelantah apalagi.

Saudi, hanya punya minyak zaitun Bro....

Indonesia, sepanjang tahun cuaca segar

Saudi, musim panas membakar kulit, musim dingin meremukkan tulang

Indonesia punya ayam, bebek, burung, puyuh, merak, kijang, kambing, sapi, kerbau, gurame, lele, ikan mas, belut, dan mujair

Saudi, hanya punya kambing, sapi dan unta

Indonesia, punya 17ribu pulau

Saudi, gak punya satu pulau pun

Indonesia, dikelilingi lautan penuh ikan, kerang, kepiting, rumput laut dan mutiara

Saudi, hanya secuil sambungan dari Laut Merah

Kenapa Saudi yang penduduknya sedikit kaya raya?
Kenapa Saudi yang wilayahnya kecil kaya raya?
Kenapa Saudi yang hanya punya pohon kurma kaya raya?

Jawabnya adalah ketika ADZAN BERKUMANDANG...

Lihatlah...

 Dimana PETANI Indonesia ketika ADZAN berkumandang dan dimana petani Saudi ketika adzan berkumandang

 Dimana PEDAGANG Indonesia ketika ADZAN berkumandang dan dimana pedagang Saudi ketika adzan berkumandang

 Dimana P E J A B A T Indonesia ketika ADZAN berkumandang dan dimana pejabat Saudi ketika adzan berkumandang

 Seharusnya /Indonesia lebih makmur dari Saudi, secara akal fikiran.

Tapi karena Indonesia, tidak ada keberkahan maka walaupun gemah ripah, alamnya kaya raya, ijo royoroyo penduduknya miskin dan berhutang....

Saudi, walaupun negerinya kering kerontang dan gersang tapi penduduknya kaya raya dan bisa memberi hutang.....

Dan Indonesia makin TERPURUK dan nyaris TERKUTUK lantaran meninggalkan SHOLAT TEPAT WAKTU dan BERJAMAAH

Hayo bangkit saudaraku...
Back to masjid
Lihat Saudi...
Masjidnya makmur....
Rakyatnya makmur....
Apa engkau tidak melihat ???....

Turki mulai bangkit dan MAKMUR karena warganya kini SHOLAT BERJAMAAH DI MASJID

Allah SWT berfirman :

وَأْمُرْ اَهْلَكَ بِالصَّلٰوةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا    ؕ  لَا نَسْئَلُكَ رِزْقًا    ؕ  نَحْنُ نَرْزُقُكَ    ؕ  وَالْعَاقِبَةُ لِلتَّقْوٰى

"Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan sholat (tepat waktu) dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya (berjamaah di mesjid). Kami tidak meminta rezeki kepadamu, Kamilah yang memberi rezeki kepadamu dan akibat (sholat seperti) itu adalah kebaikan (karunia, rezeki, keberkahan, ampunan, dan pahala) bagi orang yang bertakwa".

(QS. Thaahaa : 132)

Ayo mulai saat ini kita niatkan bersama-sama, saat ADZAN berkumandang... tinggalkan DUNIA*mu,  ajak saudara, tetangga,  teman, rekan kerja khususnya laki-laki muslimmu untuk _*jaga Sholat 5 waktu TEPAT WAKTU dan BERJAMAAH di Masjid_

agar Indonesia menjadi negara yang kaya raya  disebabkan dari Ketaqwaan Rakyatnya

Aamiin Yaa Rabbal'Aalamiin

Sumber : Grub WhatsApp Signal Islamic

                PostOleh : nasir BO

Thursday, June 8, 2017

KEMERDEKAAN NKRI DAN ISLAM

Euforia kemerdekaan terasa hangat menyelimuti bumi pertiwi, seluruh anak negeri mengekspresikan kemerdekaan  dengan beragam cara, bangsa indonesia memang  patut bersyukur atas anugerah kemerdekaannya, bahwa kemerdekaan yang dinanti dan menjadi dambaan masyarakat bukanlah bersifat instan, melainkan melalui sebuah proses panjang dan perjuangan yang melelahkan, entah berapa darah suci yang harus tersimbah, berapa jiwa-jiwa pemberani yang harus melayang demi meraih kemerdekaan tersebut, karenanya kewajiban para anak bangsa dan pengisi kemerdekaan memainkan perannya masing-masing untuk mewujudkan dan menanamkan arti kemerdekaan pada setiap individu, lebih-lebih terhadap tunas muda harapan bangsa. Dengan tetap menghormati dan mendoakan para pejuang, benarlah adigium yang mengatakan bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang menghormati para pejuang nya , dan Nabi shalallhu alaihiwasallam menegaskan” tidaklah bersyukur kepada Allah orang yang tidak bersyukur pada manusia”.
Islam sebagai agama mayoritas di indonesia, mengambil peran yang sangat penting dalam kancah perebutan kemerdekaan NKRI, para pejuang yang gagah berani dari kaum muslimin dan Ulamanya,  terukir dengan tinta emas bahwa mereka adalah bagian dari badan penyelidik usaha-usaha persiapan kemerdekaan republik Indonesia (BPUPKI) yang dibentuk pada tanggal  1 maret 1945. Sebut saja misalkan Kohar Moezakkir, Agus salim dan yang lainnya, merupakan inisiator dari BPUPKI, yang tentunya menjadi embrio dan cikal bakal dari kemerdekaan empiris bangsa Indonesia. Tercatat setelah kaum kolonial berhasil menguasai kerajaan-kerajaan di indonesia, umat islam dengan para ulamanya terus gigih melawan penjajah, muncullah kala itu gerakan sosial merata di seluruh pelosok tanah air. Ulama sebagai elite agama Islam memimpin umat melawan kezoliman penjajah.
Dari berbagai wilayah muncul perlawanan tanpa pamrih, di Aceh muncul perlawanan rakyat dipimpin oleh Tengku Cik Ditiro,Teuku Umar,Cut Nyak Din dan yang lain, di Sumatra barat muncul perang padri dipimpin Imam Bonjol, perlawanan KH Hasan dari Luwu sulawesi, Gerakan rakyat oleh Gunawan dari Muara tambesi Jambi, Gerakam 3 Haji di dena Lombok, Gerakan Haji Aling Kuning di Sambiliung kaltim, Gerakan Muning di Banjarmasin, gerakan Rifa’iyyah di pekalongan, gerakan KH Wasit di Cilegon, Perlawanan KH Jenal Ngarib di Kudus, Perlawanan KH Ahmad Darwis dari Kudu, perlawanan Kyai Dermojo dari Nagnjuk dan masih banyak lagi yang lainnya.
Dari berbagai perlawanan yang mereka hadapi sesungguhnya pihak belanda telah benar-benar goyah kekuasaannya, sebagai bukti, tiga perlawanan, rakyat aceh, Sumatra barat dan Java Oorlog (Dipanegara) telah menumbangkan 8000 tentara belanda dan 20.000.000 Gulden kas kolonial habis. Demikianlah perjuangan Islam dan kaum Muslimin demi terwujudnya kemerdekaan yang  di nanti dan negara kesatuan republik Indonesia yang kita cintai.  Jika demikian adanya maka tidak terlalu berlebihan untuk mengatakan bahwa bangsa ini memiliki “hutang moril pada Islam” karena Islam belum sepenuhnya mendapatkan haknya yang layak pada negeri yang besar ini.
Alih-alih bisa melaksanakan hukum Islam secara Kaaffah, seperti yang di inginkan dalam al-Qur’an dan as-Sunnah, dan seperti makna hakiki dari sebuah kemerdekaan, malah berbagai stigma negatif  akhir-akhir ini seringkali dialamatkan kepada Islam.
Berusaha melaksanakan sunnah Rasulullah shalalallahu alaihiwasallam yang memiliki hujjah dan argument yang tidak diragukan pun seperti memelihara jenggot , celana di atas mata kaki, menyebut kata-kata syirik, bid’ah dan yang sejenisnya, mengenakkan hijab syar’ie bagi muslimah akan langsung dikatakan sebagai aliran keras, kaum fundamentalis, wahhabi dan yang lainnya, bahkan tidak jarang akan dikatakan teroris.
Saudaraku…dimanakah arti sebuah kemerdekaan bagi kaum muslimin untuk melaksanakan ajaran agamanya? Bukankah Islam juga memiliki peran yang sangat penting dalam terbentuknya republik ini?. Dimanakah respon terhadap panggilan Ilaahi “ wahai orang-orang yang  beriman, segeralah menjawab panggilan Allah dan rasul-Nya apabila mereka mengajak mu terhadap sesuatu yang menjadikan kamu hidup dengan sebenarnya ”.Dimanakah kewajiban kita ta’at kepada Allah dan Rasul-nya sebagai konsekuwensi dari syahadah yang kita Ucapkan?, Wahai orang-orang yang beriman ta’atlah kepada Allah dan Rasul dan kepada pemegang urusan diantara kalian/pemerintah. Di dalam ayat yang lain Allah Subhanahu wata’ala menegaskan “ Jika kalian mencintai Allah maka ikutilah aku maka kalian akan dicintai oleh Allah”.
Kita sepakat jikalau terorisme dan berbagai bentuk radikalisme adalah bukan dari Islam, bahkan  Rasul yang mulia mencontohkan bagaimana moderasi Islam diantara dua kubu yang  berlebihan(guluw) dan meremehkan(tafrith), gelar sosial al-amiin (orang yang sangat terpercaya) beliau raih sebelum diangkat menjadi Nabi dan rasul ,beliaulah yang dikenal sebagai bapak yatim dan pemerhati para janda serta orang-orang miskin. 
Jika kita mengakui bahwa kemerdekaan bangsa ini sejatinya adalah karunia dari Allah subhanahu wata’ala, maka seyogyanya kita mengisi kemerdekaan  dengan ta’at pada perintah Allah subhahanahu wata’ala seraya mengikuti sunnah rasulullah shalallhu alaihiwasallam, agar indonesia menjadi negeri yang gemah ripah loh jenawi menuju baldatun thayyibatun warabbun ghafuur.





 Sumber : Ust. H. Munajat, Lc.,M.HI 
                 Yayasan As Shiddiq Al Khairiyah Sumbawa besar

sumber poto :  
https://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/f/f1/Indonesia_declaration_of_independence_17_August_1945.jpg
https://68.media.tumblr.com/9cd6c2d8b9e19699cb4e8d130e14be48/tumblr_nackgjJRlG1qd71mwo5_1280.jpg




Wednesday, June 7, 2017

Menikah


 Dalam haditsnya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan para syabab untuk menikah.

يَامَعْشَرَ الشَّبَابِ: مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ، فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ، فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ

“Wahai pemuda, barangsiapa di antara kalian telah mampu maka hendaknya menikah, karena ia lebih menundukkan pandangan dan lebih memelihara kemaluan. Dan barangsiapa yang belum mampu, maka hendaknya ia berpuasa, sebab ia dapat mengekangnya.” (HR. Bukhari)

Syabab biasa diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi “pemuda.” Berapakah usianya? Fauzil Adhim dalam buku Indahnya Pernikahan Dinimenjelaskan, syabab adalah sesesorang yang telah mencapai masa aqil-baligh dan usianya belum mencapai tiga puluh tahun. Asalkan sudah memilikiba’ah (kemampuan), maka ia dianjurkan untuk segera menikah. Dan kini terbukti, banyak manfaat menikah di usia muda di balik perintah Rasulullah ini.

1. Lebih terjaga dari dosa

Sebagaimana sabda Rasulullah tersebut, menikah di usia muda itu lebih membantu menundukkan pandangan dan lebih mudah memelihara kemaluan. Seorang yang menikah di usia muda relatif lebih terjaga dari dosa zina; baik zina mata, zina hati, maupun zina tangan.

2. Lebih bahagia

Hasil riset National Marriage Project’s 2013 di Amerika Serikat (AS) menunjukkan, persentase tertinggi orang yang merasa sangat puas dengan kehidupan pernikahan adalah mereka yang menikah di usia 20-28 tahun.

Mengapa pasangan muda lebih bahagia? Sebab mereka umumnya belum memiliki banyak ego-ambisi. Pasangan muda lebih mudah menerima pasangan hidupnya. Bahkan, ketika sang suami belum mapan secara ekonomi dan akibatnya hidup “pas-pasan”, mereka tetap bisa enjoy dengan kondisi tersebut. Hal ini sejalan dengan hadits atsar Ibnu Umar: “Nikahilah oleh kalian gadis perawan, sebab (..salah satunya..) ia lebih ridha dengan nafkah yang sedikit.”

3. Lebih puas dalam bercinta

Pasangan yang menikah di usia 20-an cenderung melakukan jima’ lebih sering daripada mereka yang menikah lebih lambat. Hasil studi Dana Rotz dari Harvard University pada 2011 menunjukkan, menunda usia menikah empat tahun terkait dengan penurunan satu kali jima’ dalam sebulan.

Sedangkan dalam tingkat kepuasan, menikah di usia muda –diantaranya dengan dukungan fisik yang masih prima- membuat suami istri lebih menikmati. Lagi-lagi, hal ini bersesuaian dengan hadits atsar Ibnu Umar: “Nikahilah gadis perawan, sebab ia lebih segar mulutnya, lebih subur rahimnya dan lebih hangat farjinya…”

4. Emosi lebih terkontrol

Menikah di usia muda terbukti lebih cepat mendewasakan pasangan tersebut. Dalam arti, menikah dan berumah tangga membuat seseorang lebih terkontrol emosinya. Ini dipengaruhi oleh ketenangan yang hadir sejalan dengan adanya pendamping dan tersalurkannya “kebutuhan batin.” Dan itulah diantara makna sakinah dalam Surat Ar Rum ayat 21.
Hasil studi sosiolog Norval Glenn dan Jeremy Uecker pada tahun 2010 mendukung hal ini. Menurut hasil studi tersebut, menikah pada usia muda akan lebih bermanfaat dari sisi kesehatan dan mengontrol emosi.

5. Lebih mudah meraih kesuksesan

Sebagian orang menunda menikah dengan alasan mencapai jenjang karir tertentu atau hidup mapan terlebih dahulu. Padahal, saat seseorang telah menikah, ia menjadi lebih tenang, merasakan sakinah. Dengan ketenangan dan stabilnya emosi ini, ia bisa lebih fokus dalam meniti karir dan beraktifitas apa pun, baik dakwah maupun mencari maisyah. Karenanya tidak mengherankan jika banyak orang-orang yang sukses di usia 40-an adalah mereka yang menikah di usia 20-an.

6. Lebih baik bagi masa depan anak-anak

Lebih baik bagi masa depan anak-anak di sini bukan berarti menikah di usia muda memungkinkan anak sudah dewasa saat Anda pensiun. Meskipun, hal itu juga bisa menjadi salah satu pertimbangan.

Namun yang lebih penting dari itu, menikah di usia muda dan memiliki buah hati di usia muda, saat Anda belum mapan secara ekonomi berarti Anda dapat mendidik anak-anak secara langsung merasakan pahit getirnya kehidupan. Artinya mereka telah mencicipi perjuangan Anda. Dan jangan sampai anak-anak hanya tahu fasilitas dan hidup enak tanpa merasakan hidup adalah perjuangan.

Wallahu a’lam bish shawab.

Sumber :
- [Tim Redaksi Webmuslimah.com]

- Grub WhatsAPP SIGNAL ISLAMIC  (user : m.mizan)
Sumber poto :  

Potret taqwa anda sa’at berpuasa


Potret taqwa anda sa’at berpuasa
(mata rantai I nasehat ramadhan)
Sejatinya taqwa memang merupakan kata kunci, disaat mengharapkan noda dan dosa yang kita miliki segera dimaafkan, dikala kerinduan terhadap surga kian tak tertahankan, dan ketika danbaan  besar untuk melihat wajah Allah, dimana ini adalah karunia surgawai yang paling teristimewa terus memenuhi do’a dan harapan, maka taqwa yang sejati akan menunjuki semua asa yang dinanti.
Momentum Ramadhan sebagai bulan  berkah, laksana sebuah pesawat yang akan menerbangkan anda dengan tujuan surga, mengharuskan anda memetuhi beberapa aturan penerbangan agar bisa selamat sampai destinasi akhir. Sebagai seorang muslim, mematuhi aturan yang telah di gariskan adalah sesuatu yang bersifat absolut dan mengikat, serta merupakan kosekwensi keimaman yang nyata.  Aturan dan norma ilahi inilah yang kita kenal dengan syari’at.
Al-Baqarah ayat 185 mengisyaratkan, betapa puasa akan menjadikan pribadi-pribadi muslim menjadi pribadi-pribadi yang bertaqwa, sebagai cikal bakal penghuni surga dan syarat diterimanaya suatu amalan.  Allah Subhanahu wata’ala menegaskan “ sesungguhnya Allah hanya akan menerima amalan dari seorang yang bertaqwa kepadanya”(Q.S al-maidah 27). Demikianlah..! karena taqwa adalah mengerjakan segala perintah dengan meninggalkan segala larangan, berbuat keta’atan karena Allah berdasarkan nur dari Allah, karena mengharapkan pahala Allah, dan meninggalkan maksiat kepada Allah karena nur dari Allah karena takut siksa Allah.
Sesungguhnya dalam diri rasulullah shalallhu alaihi wasallam suri tauladan yang paling sempurna dalam hal ketha’atan, dibulan ramadhan beliau menyampaikan kabar gembira kepada khalayak, meminta mereka bersiap menyambut datangnya bulan berkah, dengan mengatakan wahai para”pencari kebaikan bersiaplah dan wahai pecandu kejelekan jeralah”,beliau juga mengajak kerabat dan keluarga untuk lebih memaknai ramadhan dengan meningkatkan intensitas amalan, baik siang maupun malam, bahkan beliau menjelaskan sungguh bagi  perindu dan praktisi puasa, buat mereka surga nan indah sebagai hadian special yang bernama rayyan.
Aisyah ummul mukminin menceritakan” adalah rasulullah Shalallahu alaihi wasallam bersungguh sungguh dalam beribadah pada sepuluh akhir bulan ramadhan tidak seperti bulan yang lainnya.(H.R Muslim no 2009) yang demikian karena antara puasa dan ketaqwaan memiliki relasi yang sangat jelas, saat berpuasa, seseorang dituntut untuk mengekang syahwat dan subhat, sebagaimana dia diharuskan untuk menekan keinginan dan nafsu amarah yang seringkali menjerumuskan manusia, seraya diminta untuk tawajjuh hanya kepada Allah Subhanahu wata’ala.
Sebagaimana Allah mewasiatkan orang-orang sebelum kita dan kepada kita, agar senantiasa bertaqwa kepada Allah, demikian juga Allah subhanahu wata’ala mewajibkan kepada kita puasa, sebagaimana telah diwajibkannya hal tersebut kepada orang-orang sebelum kita, dengan alasan yang sangat prinsip bahwa puasa akan melahirkan pribadi-pribadi yang bertaqwa kepada Allah subhanahu wata’ala.Hasan al-bashri mengatakan: ia demi Allah, puasa telah ditetapkan kepada umat-umat sebelum kita sebagaimana diwajibkan kepada kita sebulan penuh.
Detik-detik yang kita lalui dibulan puasa memang selayaknya kita isi dengan berbagai amal kebajikan dan amal soleh agar tidak termasuk orang yang merugi, dalam salah satu hadist nabi salahhu alaiwasallam bersabda:
رغم أنف من ادركه رمضان فلم يغفر له (اخرجه اخمد وغيره وصححه البانى فى صحيح الترغيب 1680)
Artinya:  Merugilah orang yang mendapatkan bulan suci ramadhan sementara dosa-dosanya belum di ampuni (H.R Ahmad dan yang lainnya, serta di sahihkan albani dalam sahih al-targib 1680).
Sahabat yang mulia Abu Darda’ berusaha mendiskripsikan taqwa  dengan sebuah ungkapan yang yang menggambarkan hakikat taqwa, beliau mengatakan: Taqwa adalah jika seorang hamba takut kepada Allah subhanahu wata’la, sehingga takutnya itu pada hal yang sekecil biji sawi, bahkan sampai dia tinggalkan sesuatu yang ia melihatnya halal, karena takut akan berubah menjadi halal dan kemudian akan menjadi penghalang, sesungguhnya Allah subhanahu wata’la telah menjelaskan kepada hambaNya danpak akhir dari suatu perkara”Barang siapa yang berbuat kebajikan sebesar biji sawi dia akan melihatnya, dan barang siapa yang berbuat kejelekan sebesar biji sawi dia akan melihatnya”(Q.S Zilzalah 7-8).
Dalam ungkapan tersebut mengandung makna: janganlah anda meremehkan perbuatan baik sekecil apapun yang hendak anda kerjakan, dan jangan pula menganggap ringan sekecil bagaimanapun perbuatan buruk yang hendak anda tinggalkan, karena semua akan mendapatkan ganjaran yang setimpal dari perbuatan tersebut.
Saudaraku..! kesempatan tidak datang dua kali, kesehatan berkurang dalam hitungan hari, dan ajalpun datang tanpa harus perminsi, kenapa tidak ramadhan kali ini bak ramadhan terakhir yang bisa kita lalui? agar kita berhati-hati bagaikan berjalan pada jalanan penuh duri, Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu pernah ditanya pendapatnya tentang taqwa, beliau balik bertanya kepada sang penanya: pernahkah anda melalui jalanan penuh duri? Penanya mengatakan ia, beliau kembali bertanya: apa yang kamu lakukan? Penanya mengatakan: jika saya melihat duri saya akan miringkan,jauhkan,atau pendekkan langkah saya, beliau mengatakan: itulah taqwa.

Semoga anda termasuk orang yang berpuasa dengan penuh kehati-hatian, mengerjakan kebajikan sekecil apapun dan meninggalkan maksiat seringan apapun, karena orang yang bahagia adalah orang yang bisa melaksanakan perintah menjauhkan larangan, semoga.

Sumber : Ust. H. Munajat, Lc.,M.HI 
                 Yayasan As Shiddiq Al Khairiyah Sumbawa besar

Tuesday, June 6, 2017

Potret mujahadah anda sa’at berpuasa




Potret mujahadah anda sa’at berpuasa
(mata rantai II nasehat ramadhan)
Jika kita  melihat dibulan yang penuh berkah ini ada beberapa orang yang masih sempat nganggur dijalanan, main catur, kebut-kebutan motor, banyak disibukkan dengan HP dll, maka sejatinya bagi mereka adalah kehilangan makna mujahadah yang semestinya harus terukir pada bulan yang mulia ini, betapa tidak mujahadah adalah tuntutan dan kebutuhan, mujahadah adalah prinsif hidup, serta mujahadah adalah perintah Allah subhanahu wata’ala. Dalam al-Qur’an kita , kita dapatkan asal fi’il  jaahada ( جاهد) dengan beberapa kata turunannya tersebut kurang lebih sebanyak 25 kali, ini menjadi indikator bahwa mujahadah dalam mengarungi kehidupan ini adalah bersifat absolut.
Mujahadah adalah bersungguh-sungguh dan mengeluarkan upaya maksimal untuk menggapai kebaikan dan jalan lurus yang telah ditetapkan. Karenanya seorang mujaahid senantiasa dituntut untuk memanfaatkan potensi yang dimilikinya guna mendapatkan apa yang di dambakan, baik dengan menggunakan waktu luang, beristinbath hukum dalam agama dengan kadar intelektua yang dimilikinya bahkan tidak jarang dengan kontak fisik melawan musuh bila itu dibutuhkan. Dengan makna yang luas seperti inilah dalam sebuah hadistnya yang diriwayatkan Imam ahmad dan di sahihkan syekh al-bani Nabi salallahu a’alaihi wasallam bersabda :
المجاهد من جاهد نفسه فى طاعة الله والمهاجر من هاجر الخطيئة والذنوب
Artinya : Seorang mujahid adalah orang yang bisa memujahadahkan dirinya dalam melaksanakan keta’atan kepada Allah dan seorang Muhajir adalah orang yang bisa hijrah dari segala kesalahan dan dosa yang pernah dilakukannya.
Dalam bulan ramadhan, orang yang paling merugi adalah mereka yang tertegah dan tidak bisa melaksanakan keta’atan dan kebaikan, sebagaimana sabda beliau “ barang siapa yang tertegah dari kebaikan pada bulan ini maka sungguh dia telah benar-benar tidak mendapatkan kebaikanMujahadah yang di inginkan dari seorang muslim saat berpuasa adalah bagaimana dia memanfaatkan setiap detik yang ia lalui dibulan ini dengan hal-hal yang diridoi rabbnya.
Adalah dalam sejarah generasi terbaik umat ini terdapat suri tauladan dan contoh mencengangkan dan bahkan hanpir tidak diterima akal, tentang mujahadah mereka dibulan yang berkah ini, tapi seperti itulah faktanya, dan sepertinya zaman ini, sulit untuk kembali  memiliki manusia-manusia hebat seperti mereka, sejenak kita mendengar bagaimana Imam syafi’I di bulan ramadhan  mengkhatam al-Qur’an setiap tiga hari, Imam Bukhari manpu menyelesaikan setiap dua hari, dan  Ustman bin Affan setiap malamnya.
Ibnu umar pernah menceritakan masa kecilnya, saat shalat bersama Nabi, beliau mengatakan: suatu ketika saya shalat bersama beliau, ia memulai bacaannya dengan surah al-baqarah, saya pikir dia akan rukuk sehabis itu, tapi beliau membaca ali imran, saya pikir dia akan rukuk setelah itu, tapi dia memulai lagi dengan surat an’am hingga saya memeiliki pikiran yang kurang baik kala itu, perawi mengatakan kepada beliau, pikiran apa yang anda miliki saat itu, beliau mengatakan saya akan meninggalkannya.
Sisi lain kehidupan mereka dibulan ramadhan juga tidak bisa dianggap ringan, tercatat pada tanggal 17 ramadhan tahun II hijrah, terjadi peperangan besar antara pasukan muslimin dengan kaum musyrikin, walau jumlah sangat tidak berimbang namun keyakinan kepada Allah yang demikian kuat dengan ketawaqqalan yang sempurna, Allah subhanahu wata’ala memberikan kemenangan telak terhadap pasukan Islam, perang tersebut adalah perang badar al-kubra, peristiwa bersejarah tersebut dibadikan al-Qur’a surah ali imran: 123, hal yang sama terjadi pada tanggal 20 ramadhan tahun VIII dari hijrah beliau, dengan kekuatan penuh lebih dari 10 000 bala tentara beliau mengepung kota makkah, dimana kala itu nyaris tidak mendapatkan perlawanan, jelaslah kala itu antara yang hak dan yang bathil. Peristiwa dahsyat tersebut dikenal dengan fathu makkah atau terbukanya kota mekkah.
Demikianlah sedikit dai se-bukit dan setumpuk dari se-gunung rentetan peristiwa besar dan berat yang dilakoni para mujahid sejati dikalangan genarasi pertama, semuanya mereka lakukan pada bulan ramadhan, menjadi jelaslah bahwa ramadhan bukan bulan untuk bermalas-malasan dan bersantai ria, namun bulan untuk beramal, berkarya dan mengukir sejarah indah, dan tidak akan baik akhir ummat ini kecuali menapak tilas jejak mereka qaulan wa amalan. Semoga bermanfaat


Sumber : Ust. H. Munajat, Lc.,M.HI 
                 Yayasan As Shiddiq Al Khairiyah Sumbawa besar



Monday, June 5, 2017

Anak-anak Rusak karena Kelalaian Orang Tua

Dari sekian penyebab kerusakan pada anak dan generasi muda, penyebab utamanya adalah kelalaian orang tua dalam mendidik anak mereka, sehingga ketika anak rusak, nakal atau tidak sesuai harapan. JANGANLAH orang tua menyalahkan orang lain baik guru di sekolah atau yang dianggap merusak dan mempengaruhi anaknya, akan tetapi segera orang tua intropeksi diri mereka
Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah menjelaskan,
ﺍﻛﺜﺮ ﺍﻷﻭﻻﺩ ﺇﻧﻤﺎ ﺟﺎﺀ ﻓﺴﺎﺩﻫﻢ ﻣﻦ ﻗﺒﻞ ﺍﻵﺑﺎﺀ, ﻭﺇﻫﻤﺎﻟﻬﻢ, ﻭ ﺗﺮﻙ ﺗﻌﻠﻴﻤﻬﻢ ﻓﺮﺍﺋﺾ ﺍﻟﺪﻳﻦ ﻭﺳﻨﻨﻪ, ﻓﻀﺎﻋﻮﻫﻢ ﺻﻐﺎﺭﺍ
“Kebanyakan kerusakan anak disebabkan karena orangtua mereka, mereka menelantarkannya dan tidak mengajarkan anak ilmu dasar-dasar wajib agama dan sunnah-sunnahnya. Mereka menyia-nyiakan anak-anak di masa kecil mereka.” [1]
Orang tua terlalu sibuk atau malas mendidik anak mereka, serta tidak mengawasi dengan siapa anak-anak bergaul yang bisa mempengaruhi anak-anak. Inilah menjadi penyebab rusaknya anak-anak dan generasi muda. Padahal anak-anak lahir dengan kepolosan dan di atas fitrah. Tidak ada yang lahir kemudian langsung nakal atau rusak akhlaknya
Dua hal yang penting (dari sekian banyak hal yang harus diperhatikan):
1. Orang tua harus mengajarkan dasar-dasar ilmu agama, adab islam dan akhlak mulia [2]
Jika tidak ada dasar agama, anak bisa jadi sukses dunia tetapi tidak memperhatikan bakti kepada kedua orang tua dan mempunyai adab yang buruk atau menelantarkan orang tua ketika mereka di usia tua
sebagaimana perkataan:
 ﻳﺎﺃﺑﺖ, ﺇﻧﻚ ﻋﻘﻘﺘﻨﻲ ﺻﻐﻴﺮﺍ ﻓﻌﻘﻘﺘﻚ ﻛﺒﻴﺮﺍ, ﻭﺃﺿﻌﺘﻨﻲ ﻭﻟﺪﺍ ﻓﺄﺿﻌﺘﻚ ﺷﻴﺨﺎ
“Wahai ayahku, sungguh engkau mendurhakaiku di waktu kecil maka aku pun mendurhakaimu dikala aku besar. Engkau menelantarkanku di waktu kecil maka aku
terlantarkan engkau di kala tua nanti.” [3]
Sedangkan anak yang baik agamanya ia akan berusaha berbakti kepada orang tua mereka
2. Orang tua harus memperhatikan  baik-baik, dengan siapa anak-anak bergaul dan lingkungannya
Sebagian orang tua kaget, anak mereka baik di rumah tetapi menjadi rusak di luar rumah. Karena orang tua tidak melarang atau mengarahkan ketika anak-anak mereka ketika berada di lingkungan yang buruk atau teman-teman yang buruk. Anak-anak dan manusia secara umum sangat cepat terpengaruh teman dan lingkungan mereka
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ﺍﻟْﻤَﺮْﺀُ ﻋَﻠَﻰ ﺩِﻳﻦِ ﺧَﻠِﻴﻠِﻪِ ﻓَﻠْﻴَﻨْﻈُﺮْ ﺃَﺣَﺪُﻛُﻢْ ﻣَﻦْ ﻳُﺨَﺎﻟِﻞُ
“Seseorang akan sesuai dengan kebiasaan/sifat sahabatnya. Oleh karena itu, perhatikanlah siapa
yang akan menjadi sahabat kalian ”. [4]
SANGAT PENTING memperhatikan lingkungan dan pertemanan anak-anak kita.
Hendaknya ayah sebagai kepala keluarga benar-benar memperhatikan hal ini. Intropeksi diri dan jauhi maksiat karena maksiat yang suami lakukan bisa berpengaruh buruk pada istri dan anak-anaknya
Sebagian ulama berkata,
إن عصيت الله رأيت ذلك في خلق زوجتي و أهلي و دابتي
“Sungguh, ketika bermaksiat kepada Allah, aku mengetahui dampak buruknya ada pada perilaku istriku, keluargaku dan anak-anakku serta hewan tungganganku.”
Demikian semoga bermanfaat
@Di antara bumi dan langit Allah, Pesawat express Air Yogyakarta-pontianak
Penyusun: Raehanul Bahraen
Artikel www.muslimafiyah.com
Catatan kaki:
[1] kewajiban orang tua terutama bapak agar menjaga anak mereka dari api mereka yaitu dengan mengajarkannya,
Allah berfirman,
ﻳَﺎ ﺃَﻳُّﻬَﺎ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﺁﻣَﻨُﻮﺍ ﻗُﻮﺍ ﺃَﻧْﻔُﺴَﻜُﻢْ ﻭَﺃَﻫْﻠِﻴﻜُﻢْ ﻧَﺎﺭًﺍ
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.” (QS. At-Taahrim:6)
Ar-Razi rahimahullahu menjelaskan ayat ini mengutip perkataan Muqatil rahimahullahu,
ﻭَﻗَﺎﻝَ ﻣُﻘَﺎﺗِﻞٌ : ﺃَﻥْ ﻳُﺆَﺩِّﺏَ ﺍﻟْﻤُﺴْﻠِﻢُ ﻧَﻔْﺴَﻪُ ﻭَﺃَﻫْﻠَﻪُ، ﻓَﻴَﺄْﻣُﺮَﻫُﻢْ ﺑِﺎﻟْﺨَﻴْﺮِ ﻭَﻳَﻨْﻬَﺎﻫُﻢْ ﻋَﻦِ ﺍﻟﺸَّﺮِّ
“ seorang muslim mendidik dirinya dan keluarganya , memerintahkan mereka kebaikan dan melarang dari keburukan”. ( Mafaatihul Ghoib Tafsir Ar-Roziy 30/527 ,
Dar Ihya’ At-Turats, cet-ke-3, 1420 H, Asy- Syamilah)
[2] Tuhfatul Maulud hal. 387
[3] idem
[4] HR Abu Dawud no. 4833,dihasankan oleh syaikh Al-Albani.


zikir dengan suara keras dan berjama'ah itu dalam kategori sunnah atau bid'ah ?

Pertanyaan :
 assalamualaikum ustd. sya minta izin bertanya.... zikir dengan  suara keras dan berjama'ah itu dalam kategori sunnah atau bid'ah ?

Jawaban : 
Mengangkat suara ketika dzikir bagi imam dibolehkan sesekali atau jika ada keperluan, seperti mengajarkan makmum bacaan dzikir yang sesuai sunnah, hal ini berdasarkan perkataan Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma,

أَنَّ رَفْعَ الصَّوْتِ بِالذِّكْرِ حِينَ يَنْصَرِفُ النَّاسُ مِنَ الْمَكْتُوبَةِ كَانَ عَلَى عَهْدِ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – . وَقَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ كُنْتُ أَعْلَمُ إِذَا انْصَرَفُوا بِذَلِكَ إِذَا سَمِعْتُهُ

“Mengeraskan suara pada dzikir setelah shalat wajib telah ada di masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.” Ibnu ‘Abbas berkata, “Aku mengetahui bahwa shalat telah selesai dengan mendengar hal itu, yaitu jika aku mendengarnya.” (HR. Bukhari no. 805 dan Muslim no. 583)

Dalam riwayat lainnya disebutkan,

كُنَّا نَعْرِفُ انْقِضَاءَ صَلاَةِ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- بِالتَّكْبِيرِ

“Kami dahulu mengetahui berakhirnya shalat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melalui suara takbir.” (HR. Bukhari no. 806 dan Muslim no. 583)

Berdasarkan hadits di atas, sebagian ulama berpendapat, “Dibolehkan mengeraskan 
suara pada dzikir setelah shalat.” Di antara yang berpendapat seperti ini adalah Ibnu Hazm. Beliau berkata,

ورفع الصوت بالتكبير إثر كل صلاة حسن

“Mengeraskan suara dengan bertakbir pada dzikir sesudah shalat adalah suatu amalan yang baik.” (Al Muhalla, 4: 260).

Sedangkan mayoritas ulama termasuk Imam Syafi'i berpendapat bahwa dzikir hendaklah dilakukan dengan suara lirih atau pelan, hal ini berdasarkan firman Allah:
ayat,

وَلَا تَجْهَرْ بِصَلَاتِكَ وَلَا تُخَافِتْ بِهَا

“Dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan janganlah pula terlalu merendahkannya” (QS. Al Isro’: 110).

Imam ibnu Taimiyah menyebutkan, “Yang disunnahkan dalam setiap do’a adalah dengan melirihkan suara kecuali jika ada sebab yang memerintahkan untuk menjaherkan. Allah Ta’ala berfirman,

ادْعُوا رَبَّكُمْ تَضَرُّعًا وَخُفْيَةً إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ

“Berdoalah kepada Rabbmu dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.” (QS. Al A’rof: 55)

Allah menceritakan tentang Nabi Zakariya,

إِذْ نَادَى رَبَّهُ نِدَاءً خَفِيًّا

“Yaitu tatkala ia berdoa kepada Rabbnya dengan suara yang lembut.” (QS. Maryam: 3)

Demikian pula yang diperintahkan dalam dzikir. Allah Ta’ala berfirman,

وَاذْكُرْ رَبَّكَ فِي نَفْسِكَ تَضَرُّعًا وَخِيفَةً وَدُونَ الْجَهْرِ مِنَ الْقَوْلِ بِالْغُدُوِّ وَالْآَصَالِ

“Dan sebutlah (nama) Rabbmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang.” (QS. Al A’raf: 205). 

Dalam shahihain disebutkan bahwa para sahabat pernah bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam perjalanan. Mereka mengeraskan suara mereka saat itu. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَيُّهَا النَّاسُ أَرْبِعُوا عَلَى أَنْفُسِكُمْ ؛ فَإِنَّكُمْ لَا تَدْعُونَ أَصَمَّ وَلَا غَائِبًا وَإِنَّمَا تَدْعُونَ سَمِيعًا قَرِيبًا إنَّ الَّذِي تَدْعُونَهُ أَقْرَبُ إلَى أَحَدِكُمْ مِنْ عُنُقِ رَاحِلَتِهِ

“Wahai sekalian manusia, lirihkanlah suara kalian. Kalian tidaklah berdo’a pada sesuatu yang tuli lagi ghoib (tidak ada). Yang kalian seru (yaitu Allah), Maha Mendengar lagi Maha Dekat. Sungguh yang kalian seru itu lebih dekat pada salah seorang di antara kalian lebih dari leher tunggangannya.” 

Inilah yang disebutkan oleh para ulama ketika dalam hal shalat dan do’a, di mana mereka sepakat akan hal ini. (Majmu’ Al Fatawa, 22: 468-469).

Adapun zikir berjamaah dengan suara keras dengan satu suara setelah sholat fardhu seperti yang kita saksikan di masa ini, maka tidak sesuai dengan sunnah dan tidak pernah diriwayatkan dari para salaf. Wallahu a'lam..

Sumber : Grub tanya jawab As-shiddiq 
di jawab oleh : Ust Ahmad Arifin Lc
foto oleh : http://www.wallpaperislami.com/wp-content/uploads/2015/10/Al-Quran-dan-Tasbih.jpg

Sunday, June 4, 2017

AGAR RAMADHAN TAK SEKEDAR PUASA

Jika saja aku mengetahui, ramadhan kali ini adalah terakhir yang bisa kulaksanakan, lalu setelah itu, ajal menghanpiriku tanpa perminsi, ditandai dengan dahsyatnya sakaratul maut merenggut nyawaku, terbayanglah saat itu kemana perjalanan hendak berlangsung, belum lagi gelap dan sempitnya kubur yang siap menghinpit tulang belulangku, maka dipastikan ramadhan ku saat ini akan kumanfaatkan dengan dengan maksimal, takkan kubiarkan ada detik berlalu dengan sia-sia, takkan rela waktu luang yang tidak terisi dengan ibadah, akan kuwujudkan siang puasa dan menahan diri dari hal yang diharamkan, malam untuk kiamul lail atau shalat malam dengan airmata berderai, karena mengingat akan nikmat yang demikian banyak telah kuterima, sementara ibadah dan amalanku penuh dengan kemalasan.
Pembaca as-shiddiq yang budiman, perasaan seperti itulah yang acapkali melandasai ibadah yang dilakukan para pendahulu kita, generasi emas para sahabat, dan kurun istimewa para tabi’in dan setelahnya, maka tak heran sebuah ungkapan khusus buat mereka dalam beribadah, “malam harinya bagaikan rahib dalam pusaran biara, disiang hari semangat membara bak pasukan berkuda”(ruhbaanun billaili, furasaanun binnahaari) tidak seperti kita yang lebih pantas untuk dikatakan “ Hemar disiang hari dan bangkai dimalam hari”(hemaarun binnahaar , jiifatun billaili).
Lihat saja ketika para sahabat mendengar nasihat yang sangat menggugah dari rasulullah shalallhu alaihiwasallam, hati mereka menjadi bergetar, air matapun bercucuran mambasahi pipi mereka mengatakan” ya Rasulullah sepertinya ini adalah nasihat terakhirmu, tolong nasehati kami”(H.R Tirmizi dan si shahihkan al-Abani). Demikian juga pada momentum haji wada’(haji terakhir) yang dikerjakan rasulullah shalallhu alaihi wasallam, saat itu beliau merasa jika tidak akan menemui lagi sahabat dan umatnya sebanyak itu, beliaupun mengatakan” Barangkali saya tidak bertemu lagi dengan kalian setelah hari ini(H.R Ad-darimi).
Yang mulia shalallhu alaihiwasallam berpesan kepada kita jika hendak shalat’(shalatlah kalian bagaikan shalatnya orang yang mau berpisah.(H.R Ahmad dan dihasankan oleh al-Albani dengan akumulasi sanadnya). Dan masih banyak lagi ungkapan yang serupa, mengajarkan kepada kita  bahwa menghadirkan perasaan seolah akan berpisah dalam ibadah kita, akan menjadi energi positif yang akan mendorong girah dalam ibadah, sekaligus mendobrak rasa malas dan bosan yang seringkali menyelimuti kita.
Indahnya puasa didunia, memang tidak didapati semua orang, juga tidak akan lama dalam kehidupan ini, sementara kesempatan untuk ibadah dan berbuat kebaikan hanya dalam hitungan singkat, itulah sebabnya Muaz bin Jabal saat pertarungannya dengan sakaratul maut,(semoga Allah merahmati dan mengasihani kita saat sakaratul maut), ia menangis, orang yang ada disekelilingnya bertanya wahai Muaz anda seorang sahabat yang mulia, dijanjikan surga, juga menangis disaat seperti ini? Beliau menjawab saya bukanlah menangis kecuali karena tiga hal; saya bakal tidak bisa lagi mengeringkan tenggorokanku(untuk berpuasa), saya bakal tidak bisa lagi shalat dimalam yang dingin, dan saya tidak bisa lagi menghadiri majlis ilmunya para ulama.
Taukah kita,,?Ma’la bin al-fadl mengisahkan orang –orang terdahulu bersimpuh memohon kepada Allah subhanahu wata’la selama enam bulan hanya untuk bertemu ramadhan,lalu enam bulan berikutnya mereka memohon agar amalannya dibulan ramadhan bisa diterima. Sebab itulah Ibnu Rajab mengatakan; “ditakdirkan bertemu ramadhan adalah nikmat dan karunia yang sangat besar”
Itulah mereka yang telah mendapatkan nikmatnya iman dan kelezatan dalam bermunajat kepada Allah subhanahu wata’ala, dalam upaya menapak tilas jejak genarasi tersebut, dan untuk ramadhan kali ini penuh arti, berikut adalah beberapa renungan bersama dan harapan yang tergantung untuk menggali ruhushiyaam(ruh puasa) dan merealisasikan puasa penuh makna;
·         Jika saja pada tahun-tahun yang lalu kita berpuasa hanya sebagai penggugur kewajiban, malu sama yang lain, maka tahun ini kita berusaha mewujudkan sabda Rasul, barang siapa yang berpuasa benar-benar karena keimanan dan mengharap pahala, agar dosa dan kesalahan kita teranpuni.
·         Jika pada tahun yang sudah yang menjadi harapan kita bagaimana bisa berkali-kali mengkhatam al-Qur’an, kali ini berusahalah biar salah satu diantara khataman kita dibarengi dengan tadabbur dan memahami maknanya.
·         Biasanya gairah mengikuti jama’ah dimasjid hanya pada awal ramadhan, tahun ini insya Allah berusaha sepanjang bulan yang mulia mengikuti imam diawal takbiratul ihramnya
·         Kalau saja dulu kita khususkan ramadhan dengan kebaikan pada keluarga dan orang lain, maka tahun ini kita khususkan untuk memberi asupan yang memadai buat ruh kita, baik dengan lantunan ayat-ayat yang dibaca, halaqah kajian yang dihadiri, atau bertanya kepada para Ulama.
·         Dan jika dulunya kita hanya ta’at dan berbagi hanya di dibulan ramadhan,  tahun ini Insya Allah kita perbanyak walau diluar ramadhan.

Langkah berikutnya agar ramadhan kita tak sekedar puasa, adalah kita berbahagia dengan kedatangan bulan yang mulia ini , kebahagiaan seorang mukmin dengan datangnya bulan ramadhan sangatlah beralasan, karena ramadhan adalah ladang subur untuk bertani pahala yang distinasi panenya di akhirat kelak. Sebab itulah Nabi sallallahu alaihi wassalam jika ramadhan datang menghampiri, beliau menyampaikan kabar gembira kepada para sahabatnya, kegembiraan yang tidak pernah beliau sampaikan sebelumnya, beliau mengatakan; “akan datang keapada kalian ramadhan bulan yang penuh berkah, Allah mewajibkan kalian berpuasa kepadanya pintu surga terbuka lebar, dan pintu neraka tertutup rapat, setan terbelenggu, padanya terdapat satu malam yang lebih baik dari seribu bulan siapa saja yang tertegah dari kebaikan yang ada padanya, maka sungguh ia memang tertegah dari berbagai kebaikan (Hr.ahmad dan yang lain)
Kebahagiaan seorang mukmin saat berpuasa bukan saja berupa kebahagiaan lahir namun juga kebahagiaan batin yang tidak terdapat pada bulan yang lain “untuk orang yang berpuasa terdapat dua kebahagiaan bahagia saat datang waktu berbuka dan bahagia saat bertemu dengan rab nya dimana ia membawa pahala puasa yang sangat banyak”(H.R Muslim)
Tidaklah berlebihan jika di akhir tulisan ini kita memohon kepada Allah subhanahu wata’ala kebaikan dan keistiqamahan di bulan ramadhan, untuk tetap bisa melaksanakan ketaatan kepadaNya sebagaimana doa Yahya bin abi Kasir “ ya Allah selamatkanlah kami sampai bulan ramadhan dan selamatkanlah ramadhan kepada kami, engkau selamatkan dalam kondisi amalan yang di terima”
Selamat menunaikan Ibadah Puasa!

Sumber : Ust. H. Munajat, Lc.,M.HI 
                 Yayasan As Shiddiq Al Khairiyah Sumbawa besar

photo by : http://4.bp.blogspot.com/-
IUbNinRvj1s/VYdJRAgJyjI/AAAAAAAACfk/IxRQbs55NXc/s640/bukapuasa.jpg

AMANAH YANG SERING TERABAIKAN

Pembaca as-shiddiq yang selalu dirahmati Allah
Suatu saat Allah subhanahu wata’ala pernah menawarakan sebuah amanah kepada tujuh petala langit, bumi  serta gunung, namun mereka semua tidak bersedia, tanpillah manusia dengan segala kekurangannya mengemban amanah yang berat tersebut, jika saja gunung setinggi Himalaya dan sebesar Semeru tidak sanggup mengemban amanah dipastikan ada hal berat dan tanggung jawab besar dibalik pembebanan tersebut.
Dialektika amanah dalam al-Qur’an yang demikian tranparan dapat kita jumpai dalam surah al-Ahzab ayat 72 yang artinya;  Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, Maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu Amat zalim dan Amat bodoh.
Pantaslah jika ciri khusus orang-orang yang beruntung dan mendapat petunjuk adalah yang manpu memelihara amanah ; “ Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya.(al-Mukminun;8), itulah kemudian menjadi penyebab seorang muslim senantiasa diharuskan memberikan amanat kepada ahlinya: “. Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha melihat.(an-Nisa; 58)
Amanah bisa direfresentasikan dalam bentuk semua tanggung jawab manusia tentang urusan dunia dan akhiratnya, amanah juga bisa berbentuk pemberian dan pemeliharaan hak-hak  kepada siapa saja yang memiliki keterkaitan, imam al-Qurthubi mengatakan; “Amanah mencakup semua rutinitas dan tanggung jawab dalam agama menurut pendapat yang shahih dari pendapat yang ada” karena hal tersebut maka amanah adalah cermin akhlak yang mulia dalam Islam dan merupakah sifat istimewa para nabi dan rasul.
Bukankah Nabi kita yang Mulia shalallahu alaihi wasallam digelari al-Amiin (orang amanah) sebelum beliau menjadi nabi dan rasul?bukankah Abu Sufyan yang kala itu masih masih belum Islam mengakui keamanahan seorang Muhammad kala ditanya  Hiraqlius raja romawi? Jawabannya adalah ia, mengindikasikan kepada kita bahwa amanah adalah sifat spesial seorang mukmin yang harus kita junjung tinggi selama hayat dikandung badan.
Dalam sebuah hadist yang dishahihkan oleh ahli hadistnya abad ini, syekh Muhammad Nashiruddin al-bani, Nabi shalallhu alaihi wasallam bersabda :
عن عبد الله بن عمرو ان رسول الله صلى الله عليه وسلم  قال اربع اذا كن فيك فلا عليك ما فاتك من الدنيا حفظ امانة وصدق حديث وحسن خليقة وعفة فى طعمه (اخرجه احمد وصححه الالبانى 2\370)
Artinya; Empat hal jika ini engkaume milikinya, biarlah engkau luput apapun didunia ini, manpu memelihara amanah,memiliki ucapan yang jujur, menghiasi dirinya dengan akhlak yang baik, dan hati-hati dengan makanan.(H.R Ahmad dan dishahihkan oleh Al-bani dalam silsilah al-ahadist as-shahihnya 2\370
Anak selain sebagai pelipurlara dan penyejuk jiwa, serta perhiasan dunia terindah, demi Allah juga adalah amanah yang harus kita pelihara, asupan nutrisi yang cukup untuk perkembangan fisiknya harus kita berikan, sebagaimana wajibnya kita mengajari meraka ilmu Agama dan ilmu lainnya yang bermanfaat dan mendukung keintelektualan mereka sebagai manusia, bahkan ilmu pengenalan tentang rabbnya dan ilmu agama sangatlah perinsip,  lebih utama dari segalanya, Imam Ahmad mengatakan; Kebutuhan manusia terhadap ilmu, lebih penting dari makan dan minumnya, ia butuhkan makan dan minum paling hanya dua atau tiga kali sehari namun ilmu ia butuhkan pada tiapkali ia menghela nafas.
Seorang Murabbi dan Ulama kenamaan, Imam al-Gazali mengatakan; Ketahuilah bahwa anak kecil adalah amanah dipundak orang tuanya, hatinya yang masih suci adalah mutiara yang belum terkontaminasi berbagai goresan dan noda, karena itu sangat memungkinkan untuk berbagai goresan,,,jika dibiasakan dengan kebaikan iapun akan terbiasa, kemudian berbahagialah didunia dan akhiratnya, dan akan senantiasa menyertainya dalam kebahagian tersebut orang tua, guru dan pendidiknya, namun jika ia dibiasakan dengan kebiasaan yang buruk, bahkan dilalaikan bak binatang iapun akan hancur dan merugi, dosa kemudian akan menjadi tanggung jawab walinya, bagaimana tidak, Allah subhanahu wata’ala berfirman; “wahai orang-orang yang beriman jagalah dirimu dan keluarganmu dari api neraka” (at-Tahrim;6) seyogyanya sebagaimana sang bapak memelihara dia dari api dunia maka api akhirat lebih utama (ihya ulumuddin, 3/72)
Demikian juga dikatakan seorang ulama terkemuka abad ke 7, Ibnul Qayyim; Siapapun yang melalaikan pendidikan yang bermanfaat untuk anaknya, ia tinggalkan mereka sendirian sungguh telah menyakiti mereka, seringkali kita temukan kerusakan yang terjadi pada anak karena orang tuanya tidak memperdulikan mereka, ia tidak mengajarkan kepada mereka pelajaran agama yang wajib bagi mereka dan yang sunnah, mereka disia-siakan dan tidak dimanfaatkan waktu kecil,akhirnya merekapun menyia-nyiakan orang tua mereka kala besar, sebagaimana sebagian diantara mereka mencela orang tuanya dengan mengatakan ; wahai bapak anda dulu durhaka kepadaku waktu kecil maka sayapun durhaka kepada anda setelah saya besar, anda sia-siakan saya waktu kecil saat besarpun saya akan menyia-nyiakan anda.
Subhanallah…! Penulis berkeyakinan tidak ada seorangpun diantara kita yang ingin putra-putrinya seperti anak durhaka tersebut, sebaliknya kita berharap dan berdoa anak keturunan kita akan menjadi generasi emas, amiin dalam memikul amanah, ikhlas dalam menjalankan ubudiyah, tegar dalam menjalankan sunnah, penghafal kitabullah, serta menjadi asset terbesar orang tua dan Ummah.
Langkah yang tepat dalam mendasari keilmuan anak-anak kita adalah memulai dengan mengajarkan dan mengenalkan kepada mereka Al-Qur’an sebagaimana ungkapan dari putra ulama kenamaan Fakhruddin al-Razi beliau mengatakan; Bapakku tidak memperbolehkan aku belajar apapun kecuali belajar al-Qur’an terlebih dahulu pada Fadl bin Sazan al-Razi, demikianlah karena al-Qur’an adalah induk dari semua ilmu yang ada, ketika penguasaan terhadap induk sudah berhasil maka terhadap yang lainnya insya Allah akan menjadi lebih mudah.
Pesantren ‘Aisyah sumbawa yang dirancang khusus bagi remaja putri, memiliki komitmen untuk membentengi anak didiknya dengan ilmu agama yang bersumber dari al-Qur’an dan as-Sunnah sebagai wujud pemeliharaan terhadap amanah yang sering terabaikan.

Wassalam.

Sumber :  Ust. H. Munajat, Lc.,M.HI - Yayasan As Shiddiq Al Khairiyah Sumbawa besar
Photo by : http://www.imgbase.info/images/safe-wallpapers/photography/sky/11655_sky_clouds.jpg

Puasa Karena Iman dan Mengharap Pahala

Puasa Karena Iman dan Mengharap Pahala Dari Abu Hurairah, ia berkata, مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَ...